Sunday, November 29, 2009

When I asked God for ...

“When I Asked God for Strength
He Gave Me Difficult Situations to Face

When I Asked God for Brain & Brown
He Gave Me Puzzles in Life to Solve

When I Asked God for Happiness
He Showed Me Some Unhappy People

When I Asked God for Wealth
He Showed Me How to Work Hard

When I Asked God for Favors
He Showed Me Opportunities to Work Hard

When I Asked God for Peace
He Showed Me How to Help Others”


(Swami Vivekananda...)

Demokrasi, Voting, dan Kematian Socrates..

Dalam rutinitas keseharian kita, kita menginvestasikan mayoritas dari waktu kita untuk menggeluti bidang keahlian kita. Ada diantara kita yang menggeluti bidang bisnis, perbankan, mikrobiogi, rheologi, tata kota, e-commerce, fisika kuantum dan area-area menarik yang tak terhingga jumlahnya. Tapi bila kita pikirkan kembali, bidang yang kita geluti itu bila dibandingkan dengan seluruh domain permasalahan yang ada dunia mungkin hanyalah bagaikan sebutir pasir di hamparan pantai yang indah. Dan menakjubkannya, dengan kemurahan Tuhan, dengan keahlian terbatas di domain kecil yang kita geluti, kita mampu hidup dan (mungkin) memberi kontribusi kecil setidaknya bagi hidup kita sendiri, idealnya bagi orang banyak..


Dalam bidang keahlian yang kita geluti, kita menyadari bahwa pengetahuan dan kemampuan yang kita miliki sangatlah terbatas. Dalam domain keahlian yang sama, kita sadar akan keberadaan kolega-kolega kita yang kemampuan dan kontribusinya menjadi acuan kita. Belum lagi berbicara tentang domain keahlian diluar pengetahuan kita. Disetiap domain keahlian diluar bidang yang kita geluti, pastilah terdapat “pemain-pemain” handal dibidangnya masing-masing. Dan ketika suatu bidang di”raja”i oleh seseorang yang piawai (ahli) di bidang itu, maka “pemain-pemain” yang menggeluti bidang yang sama akan memiliki rasa respek dan keseganan pada sang ahli. Hal itu timbul, bukan karena sang ahli minta untuk dihargai, tetapi karena komunitas itu sadar bahwa sang ahli telah mengukir kemampuan, reputasi, dan jasa bagi komunitas itu. Tatanan sosial ini saya sebut sistem berbasis kompetensi.

Dalam pandangan naïf saya, contoh sistem berbasis kompetensi yang berjalan relatif baik dapat kita temui pada bidang olahraga (memang ini hanyalah idealisasi, tapi saya rasa diantara semua bidang yang ada, bidang olahraga cukup representatif). Bayangkan kita sedang berada dalam kompetisi olahraga beregu. Dalam konteks ini, seorang pemain akan dihargai atas keahliannya, tanpa memandang latar belakang si pemain, kelihaiannya akan menentukan posisinya dalam tim inti. Seseorang yang “jago” akan selalu memiliki tempat spesial dalam tim, dan seseorang yang kurang piawai, mungkin harus duduk di bangku cadangan untuk beberapa waktu. Apabila si pemain yang kurang lihai ini ingin bermain dalam tim inti, maka hal terbaik yang bisa ia lakukan adalah membuktikan diri dan menjadi lebih baik untuk mendapatkan posisinya di tim inti. Bisa saja pemain yang kurang lihai ini memaksakan diri, tapi secara alami, selama dia mengetahui ada koleganya yang lebih pantas untuk masuk kedalam tim inti dan dia jujur akan itu, maka ia akan tau untuk memposisikan diri. Idealnya, dia akan sadar untuk tidak membuat timnya kalah dalam kompetisi hanya karena menuruti egonya. Hierarki sosial yang ada dalam sistem olahraga ini yang menurut saya merepresentasikan sistem berbasis kompetensi. Pemain2x terbaik mendapat tempatnya di tim bukan karena minta untuk masuk dalam tim, tapi karena mereka pantas untuk bermain dalam tim. Karena tim membutuhkan kontribusi sang ahli untuk menang, dan hanya dengan memasukkan pemain2x terbaik, sebuah tim memiliki kemungkinan menang yang paling besar. Pemain2x yang belum baik mendapat tempat selanjutnya di tim bukan karena alasan lain selain dari tingkat keahlian mereka yang belum mumpuni, dan pemain-pemain ini sadar bahwa satu-satunya hal yang bisa membuat mereka masuk di dalam tim adalah dengan berusaha untuk menjadi lebih baik.


Akhir-akhir ini hembusan doktrin demokrasi semakin kuat ditiupkan. Seiring dengan ritme demokratisasi, ada kecenderungan kuat di masyarakat untuk menjadikan proses voting (pengambil keputusan berdasarkan suara mayoritas) sebagai alternatif pengambilan keputusan utama dalam segala konteks. Dipicu dari kejanggalan ini, saya coba untuk mempelajari definisi dari demokrasi. Portal ensiklopedia bebas wikipedia memaparkan:

“Even though there is no specific, universally accepted definition of 'democracy', there are two principles that any definition of democracy includes, equality and freedom.[dubious – discuss] These principles are reflected by all citizens being equal before the law, and having equal access to power. A third common principle, though less measurable, is that all citizens are promised certain legitimized freedoms and liberties, which are generally protected by a constitution.

There are several varieties of democracy, some of which provide better representation and more freedoms for their citizens than others. However, if any democracy is not carefully legislated to avoid an uneven distribution of political power with balances, such as the separation of powers, then a branch of the sistem of rule could accumulate power and become harmful to the democracy itself.

The "majority rule" is often described as a characteristic feature of democracy, but without responsible government or constitutional protections of individual liberties from democratic power it is possible for dissenting individuals to be oppressed by the "tyranny of the majority". An essential process in representative democracies is competitive elections, that are fair both substantively and procedurally. Furthermore, freedom of political expression,freedom of speech and freedom of the press are essential so that citizens are informed and able to vote in their personal interests.„


Okie.. mm.. dari kutipan diatas hal-hal positif dari sistem ini diantaranya adalah: kesamaan setiap orang dalam hukum, kebebasan mengeluarkan pendapat, kebebasan pers, dan kebebasan untuk mengeluarkan ekspresi politis. Hal yang menarik dan menurut saya dilematis dari sistem ini, ialah fenomena majority rule dan tyranny of the majority. Proses pengambilan keputusan berdasarkan suara terbanyak dalam semua konteks permasalahan adalah suatu hal yang diragukan manfaat sejatinya.


Menelusuri keraguan atas implementasi demokrasi yang berkaitan dengan sistem voting, saya coba untuk menelaah video dokumenter online yang bercerita tentang pemikiran filsuf terkenal yunani, Socrates. Dalam video bertajuk "Socrates on Self-Confidence - Philosophy: A Guide to Happiness" , yang dipandu filsuf ternama inggris Alain de Botton, Socrates menjelaskan bahwa manusia memiliki kecenderungan untuk menjadi pengekor dari pendapat/ keputusan komunal dan seringkali gagal untuk bertahan pada pendapat mereka sendiri. Menurut Socrates, hal ini mungkin terjadi karena manusia ybs tidak memiliki kepercayaan diri atas keputusannya yang telah diambilnya Ini terjadi karena manusia cenderung malas untuk melakukan eksplorasi mendalam tentang keputusan yang diambilnya. Dikarenakan minimnya eksplorasi, maka manusia memiliki kepercayaan diri yang rendah dan cenderung untuk bersandar pada pemikiran komunal ("wisdom of the crowds") yang belum lebih baik dari pemikirannya sendiri.

Sejalan dengan pemikiran Socrates kali ini, menurut saya, kualitas keputusan terbaik akan didapat melalui suatu diskusi2x intensif dan vulgar yang akan mengungkap tabir kebaikan dan keburukan dari pendapat2x yang bersilangan. Dengan semangat untuk menggapai kebenaran, (bukan mencari siapa yang benar atau salah), semua konsekuensi baik dan buruk, kekuatan dan kelemahan, dari suatu gagasan harus dijabarkan dengan lantang melalui suatu diskusi/debat sportif yang jujur. Sebagaimana yang telah dikenal masyarakat kita sejak lama, proses pengambilan keputusan berdasarkan voting hanya dapat dilakukan ketika musyawarah mufakat mencapai titik matinya. Suatu titik dimana gagasan-gagasan telah diungkap tuntas kebaikan dan keburukannya secara vulgar. Dan proses pengujian kebenaran ini adalah hal yang dilakukan dalam sidang2x akademis, misal sidang sarjana s1, s2, s3. Seseorang dengan proposal nya harus mampu mempertahankan pendapatnya/gagasannya setelah menjawab hujan pertanyaan-pertanyaan dan keraguan-keraguan dengan logis dan meyakinkan. Ini mengindikasikan bahwa sebenarnya masyarakat kita memiliki tatanan sosial yang sangat unggul karena sejatinya setiap pengambilan keputusan harus merujuk pada proses pengujian kebenaran melalui penerangan gamblang dan musyawarah mufakat. Proses elisitasi kebenaran/ pengambilan keputusan terbaik melalui proses voting adalah sesuatu yang dipertanyakan. Terlebih apabila voting dilakukan secara tertutup, dimana seseorang tidak dengan "jantan" melantangkan dukungannya pada quorum, dan menurut saya disinilah awal dari "korupsi" sistem terjadi, karena sikap muka dua dimungkinkan.

Kembali pada bahasan dan pengertian kita tentang terbatasnya kemampuan seseorang dalam menguasai domain keahlian tertentu. Saya selalu yakin bahwa dalam setiap pengambilan keputusan, dalam suatu konteks, suatu komunitas pasti memiliki seseorang yang lebih ahli dalam bidang tersebut. Mengambil analogi sebuah tim olahraga, hanya dengan melibatkan orang2x yang paling ahli sebuah tim akan mencapai kejayaannya. Oleh karena itu apabila sebuah komunitas menginginkan kejayaannya, maka para ahli harus mendapatkan tempat yang spesial, karena komunitas bergantung pada para ahli untuk merajai suatu kompetisi. Ketika suatu tim, dibentuk atas azas like and dislike, bukan atas dasar asesmen kompetensi yang jujur maka alih alih merajai kompetisi bisa jadi tim tersebut akan terdegradasi. Satu hal yang perlu diingat, bahwa asesmen kompetensi hanya bisa dilakukan oleh sekelompok orang yang memang ahli di bidangnya, bukan melalui pemungutan suara seluruh stakeholder tim. Sistem pemungutan suara (voting) jelas bukanlah sistem yang didasarkan atas asesmen kompetensi objektif. Sebuah tim harus jujur pada kemampuan anggotanya, layaknya tim olahraga profesional, tanpa memandang latar belakang seorang atlit (entah seseorang berasal dari eropa, asia, afrika) selama mereka superior dalam posisinya, maka kontribusinya akan dihargai mahal dalam sebuah tim. Dan saya sangat percaya bahwa sistem berbasis kompetensi adalah sistem yang menawarkan kecenderungan sukses yang paling tinggi.


Setelah mengulas pemikiran yunani, saya akan mengambil kutipan pelajaran dari Al-Quran:
Sungguh Allah menyuruhmu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan apabila kamu menetapkan hukum di antara manusia hendaknya kamu menetapkannya dengan adil. Sungguh Allah sebaik-baik yang memberi pengajaran kepadamu. Sungguh Allah Maha Mendengar, Maha Melihat. (QS. An-nisa :58)
dan Al-Hadist:
“Jika amanah disia-siakan, tunggulah saat kehancuran”. Sahabat bertanya: “Bagaimana menyia-nyiakan amanah itu?” Rasul menjawab: “Jika urusan diserahkan kepada yang bukan ahlinya, maka tunggulah saat kehancurannya” (HR. Bukhari).

Sebagai tambahan dari film dokumenter yang saya kutip sebelumnya. Ternyata Socrates, sang bapak pencarian kebenaran orang-orang barat, harus menenggak racun hukuman mati yang diputuskan oleh pengadilan dari pemerintahan yang berasaskan demokrasi … Menarik..

Salam,
Meditya Wasesa

Wednesday, November 25, 2009

(Reminder) 26 November 2009/ 9 Dzulhijah 1430 - Puasa Arafah


صِيَامُ يَوْمِ عَرَفَةَ أَحْتَسِبُ عَلَى اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِى قَبْلَهُ وَالسَّنَةَ الَّتِى بَعْدَهُ وَصِيَامُ يَوْمِ عَاشُورَاءَ أَحْتَسِبُ عَلَى اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِى قَبْلَهُ

“Puasa Arafah (9 Dzulhijah) dapat menghapuskan dosa setahun yang lalu dan setahun akan datang. Puasa Asyura (10 Muharram) akan menghapuskan dosa setahun yang lalu. (HR. Muslim)



وَمَا يَزَالُ عَبْدِى يَتَقَرَّبُ إِلَىَّ بِالنَّوَافِلِ حَتَّى أُحِبَّهُ ، فَإِذَا أَحْبَبْتُهُ كُنْتُ سَمْعَهُ الَّذِى يَسْمَعُ بِهِ ، وَبَصَرَهُ الَّذِى يُبْصِرُ بِهِ ، وَيَدَهُ الَّتِى يَبْطُشُ بِهَا وَرِجْلَهُ الَّتِى يَمْشِى بِهَا ، وَإِنْ سَأَلَنِى لأُعْطِيَنَّهُ ، وَلَئِنِ اسْتَعَاذَنِى لأُعِيذَنَّهُ


“Dan senantiasa hamba-Ku mendekatkan diri kepada-Ku dengan amalan-amalan sunnah sehingga Aku mencintainya. Jika Aku telah mencintainya, maka Aku akan memberi petunjuk pada pendengaran yang ia gunakan untuk mendengar, memberi petunjuk pada penglihatannya yang ia gunakan untuk melihat, memberi petunjuk pada tangannya yang ia gunakan untuk memegang, memberi petunjuk pada kakinya yang ia gunakan untuk berjalan. Jika ia memohon sesuatu kepada-Ku, pasti Aku mengabulkannya dan jika ia memohon perlindungan, pasti Aku akan melindunginya.” (HR. Bukhari)

Sunday, November 22, 2009

Mind, Body, and Soul... Apa yang Membuat Manusia Seorang Manusia?

Dalam kehidupan kita, sebagai manusia yang tumbuh dan berkembang dalam zaman yang (katanya) modern ini, setiap aspek kehidupan memaksa kita untuk bergantung pada rasionalitas akal kita. Hampir semua pengujian kebenaran akan penjelasan suatu fenomena yang dibawakan penyampai berita, kita runut berdasarkan rantai kausalitasnya. Apabila rantai kausalitasnya masuk akal („make sense“) dan dapat kita pahami dengan gamblang, maka kita akan lebih mudah untuk mempercayai penjelasan dari penyampai berita. Yang perlu kita catat, bahwa proses perunutan kebenaran ini hanya dapat kita lakukan apabila kita memiliki kemampuan untuk menerjemahkan domain problem dari penyampai berita kepada pola2x logika yang kita piawai didalamnya.

Berdasarkan tulisan dari Herbert Simon (Pemenang Nobel Ekonomi 1978, Ekonom, Psikolog, Bapak Artificial Intelligence) yang bertajuk "Android Epistemology - Machine as Mind“ (1995), kepiawaian seseorang untuk menginterpretasi suatu masalah bergantung pada banyaknya pengalaman dirinya dalam berkutat dalam proses2x pemecahan masalah. Setiap pengalaman tertentu dalam memecahkan suatu masalah akan disimpan dalam otak dalam bentuk „chunks“ (indeks pengalaman). Menurut Simon, seorang ahli kelas dunia dalam bidang tertentu rata-rata membutuhkan waktu sekurang-kurangnya 10 tahun latihan intensif untuk mengumpulkan kurang lebih 50.000 chunks (indeks pengalaman) dalam hidupnya. Apabila sang ahli telah berada dalam status keahlian tertentu, seringkali proses „pemecahan masalah“ tidaklah lagi menjadi proses „pemecahan masalah“, melainkan proses pemanggilan indeks pengalaman (layaknya komputer yang memanggil kembali data yang telah disimpan di masa lampau). Hal ini dimungkinkan untuk terjadi karena, hampir semua variasi dan kombinasi dari masalah2x yang ada pada domain tertentu sudah pernah terpecahkan di masa lalu dan terekam baik dalam memorinya. Kalaupun ada masalah baru yang belum pernah dipecahkan sebelumnya, seorang ahli cenderung untuk menemukan solusi lebih mudah, dikarenakan ia memiliki koleksi rekaman chunks yang cukup banyak yang memudahkan ia untuk melakukan pengkombinasian chunks. Hmmh.. 10 tahun untuk menjadi ahli.. Waktu yang tidak sebentar tentunya..


Kurang dari dua dekade lalu, para ilmuwan komputer (computer scientists), khususnya yang mendalami bidang kecerdasan buatan (artificial intelligence), mulai berusaha untuk menerjemahkan dan mentransfer keahlian dan kemampuan berfikir manusia kepada komputer/robot. Mengingat kapasitas memori dan kecepatan komputasi dari suatu komputer yang tumbuh dalam kecepatan yang mberlipat ganda, eksistensi manusia sebagai mahluk yang berfikir dan menghasilkan solusi dari suatu masalah kompleks berada dalam ancaman. Kita dapat saja menganggap ini omong kosong. Tetapi, bila kita tarik lagi ke belakang, ke era dimana Revolusi Industri yang dimotori oleh penemuan mesin uap berhasil merebut pekerjaan ribuan manusia, hal ini bukanlah hal yang menggantung di udara. Revolusi Informatika adalah era yang kita hidupi saat ini dan revolusi ini akan semakin kuat menggelinding untuk menyeleksi eksistensi manusia yang benar-benar unggul dari lainnya.

Manusia adalah entitas hidup yang terdiri dari trimatra, fikiran, tubuh, dan jiwa (mind, body, and soul). Manusia terhebat bukanlah lagi manusia terkuat tubuhnya layaknya zaman Hercules atau Samson. Keunggulan manusia sebagai mahluk berfikir juga sudah memulai zaman ujiannya, perlahan tapi pasti. Pada akhirnya keunggulan manusia ditentukan dari keunggulan jiwanya (soul). Saya percaya pada akhirnya yang membuat manusia unggul secara hakiki, adalah manusia-manusia yang memiliki keunggulan jiwa. Dengan keunggulan jiwa itu ia dapat mengarahkan pikiran dan tubuhnya kepada hal2x yang bermanfaat secara hakiki. Dan kesempurnaan jiwa ini adalah hal pertama yang harus dimiliki manusia sebelum kesempurnaan lainnya. Semua keunggulan2x yang bersifat fisik (body) dan fikiran (mind), akan menjadi sia-sia dan berpotensi destruktif bila tidak diawali dengan jiwa yang baik. Oleh karena itu sebagai seorang akademisi amatir yang terus belajar, saya percaya bahwa superioritas keilmuan ada pada ilmu2x “pembangun” jiwa. Ilmu yang mengenalkan manusia pada dirinya sendiri dan pada Tuhannya, bukan pada ilmu-ilmu berorientasi pembangunan fisik dan intelegensia yang cenderung menjauhkan manusia dari watak kemanusiaannya. Saya percaya pada keabadian suatu sumber ilmu yang tidak akan pernah lekang oleh waktu. Suatu sumber ilmu yang tidak berubah sedikitpun proposisi-proposisinya, terjaga isi dan kebenarannya, dan tetap berlaku (valid) hukum2xnya sampai akhir waktu.

Jadi kembali kepertanyaan sebelumnya apa yang membuat manusia seorang manusia? Tubuhnya? Fikirannya? atau Jiwanya? Saya serahkan jawabannya pada eksplorasi yang anda lakukan masing2x, semoga Tuhan selalu membimbing eksplorasi kita. Amin.

Wednesday, November 18, 2009

Menyambut Dzulhijah

“Tidak ada satu amal saleh yang lebih dicintai oleh Allah melebihi amal saleh yang dilakukan pada hari-hari ini (yaitu 10 hari pertama bulan Dzul Hijjah).” Para sahabat bertanya: “Tidak pula jihad di jalan Allah?” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: “Tidak pula jihad di jalan Allah, kecuali orang yang berangkat jihad dengan jiwa dan hartanya namun tidak ada yang kembali satupun.” (HR. Abu Daud no. 2438.).


disadur dari:

http://www.taushiyah-online.com/index.php?page=taushiyah/detail_Tausyiah&idT=127&tmp=arafah


Puasa Arafah, Puasa di Bulan Dzulhijah dan Tentang Idul Adha



Tentu banyak di antara kita yang telah mengetahui bahwa di hari raya idul Adha ini, umat Islam menyembelih hewan kurbannya dalam rangka ketaatan kepada Allah ‘azza wa jalla. Akan tetapi, sesungguhnya pada Idul Adha tidak sekedar pergi untuk shalat ‘ied, kemudian menunggu daging hasil sembelihan dan meramunya menjadi makanan yang lezat. Ada hal-hal lain yang perlu dilakukan, sehingga Idul Adha ini penuh makna dalam usaha kita meraih pahala-Nya. Semoga Idul Adha tahun ini menjadi Idul Adha yang lebih baik dengan amalan-amalan yang sesuai tuntunan nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Aamiin ya mujibas saailin…

Berpuasa di Sembilan Hari Pertama Bulan Dzulhijjah

Mulai dari awal bulan Dzulhijjah, ternyata telah ada amalan yang disunnahkan untuk kita kerjakan. Hal ini telah nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam contohkan sebagaimana terdapat dalam hadits,

أنَّ النّبيّ صلى الله عليه و سلم كان يصُوم عاشُوراءَ و تسْعاً من ذيْ الحجَّةِ و ثلاثةٍ أيّامٍ من شَهرٍ

“Bahwasannya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berpuasa ‘Asyuro` dan (juga berpuasa) sembilan hari di bulan Dzulhijjah serta tiga hari di setiap bulannya.” (HR. Abu Dawud: 2437, lihat Shahih Sunan Abi Dawud 2/78)

Namun, apabila amalan ini terasa berat, maka seseorang dapat mencukupkan diri dengan puasa pada tanggal 9 Dzulhijjah. Puasa ini dikenal pula dengan nama puasa Arafah karena pada tanggal tersebut, orang yang sedang menjalankan haji berkumpul di Arafah untuk melakukan runtutan amalan yang wajib dikerjakan pada saat berhaji yaitu ibadah wukuf.

Walau ibadah puasa ini hukumnya sunnah (jika mengerjakan mendapat ganjaran dan jika meninggalkan tidak mendapat hukuman), namun amat disayangkan jika kita melewatkan kesempatan untuk menghapuskan dosa-dosa selama dua tahun, yaitu setahun sebelumnya dan setahun sesudah puasa Arafah. Hal ini berdasarkan sabda nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

يٌكَفِّرُ السَّنة المَاضٍيَةَ و البَاقٍيَةَ

“(Puasa Arafah akan) menghapus dosa-dosa kecil setahun yang lalu dan setahun yang akan datang.” (HR. Muslim: 1162)

Takbir, Tahlil dan Tahmid

Amalan lainnya yang dapat dikerjakan adalah membaca takbir, tahlil dan tahmid pada sepuluh hari di awal bulan Dzulhijjah, baik di jalan-jalan, maupun di pasar-pasar.

لِيَشْهَدُوا مَنَافِعَ لَهُمْ وَيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ فِي أَيَّامٍ مَّعْلُومَاتٍ عَلَى مَا رَزَقَهُم مِّن بَهِيمَةِ الْأَنْعَامِ فَكُلُوا مِنْهَا وَأَطْعِمُوا الْبَائِسَ الْفَقِيرَ

“…dan hendaklah kalian berdzikir (menyebut) nama Allah pada hari-hari yang sudah ditentukan…” (QS. Al-Hajj [22]: 28)

Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhu mengatakan bahwa yang dimaksud “..hari-hari yang sudah ditentukan…” pada ayat di atas adalah sepuluh hari pertama di bulan Dzulhijjah.

Dan pada ayat yang lain, Allah berfirman,

وَاذْكُرُواْ اللّهَ فِي أَيَّامٍ مَّعْدُودَاتٍ فَمَن تَعَجَّلَ فِي يَوْمَيْنِ فَلاَ إِثْمَ عَلَيْهِ وَمَن تَأَخَّرَ فَلا إِثْمَ عَلَيْهِ لِمَنِ اتَّقَى وَاتَّقُواْ اللّهَ وَاعْلَمُوا أَنَّكُمْ إِلَيْهِ تُحْشَرُونَ

“… Dan sebutlah nama Allah pada hari-hari yang telah ditentukan…” (QS. Al-Baqarah [2]: 203)

Yaitu pada hari tasyrik, yaitu tanggal 11, 12 dan 13 bulan Dzulhijjah.

Adapun takbir, tahlil dan tahmid, maka tidak ada lafal khusus yang shahih dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Namun, terdapat riwayat dari sebagian sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, seperti Ibnu Mas’ud radhiallahu ‘anhu pernah mengucapkan:

الله أكبر الله أكبر، لا إلَهَ إلاَّ اللهُ، و اللهُ أكبر، اللهُ أكبرُ و لِلّهِ الحَمدُ

“Allah Mahabesar, Allah Mahabesar, tidak ada ilah yang berhak diibadahi kecuali hanya Allah semata. Dan Allah Mahabesar, Allah Mahabesar, dan segala puji hanya bagi Allah.” (HR. Ibnu Abi Syaibah (II/168) dengan sanad shahih)

Ibnu ‘Abbas juga pernah mengucapkan

الله أكبر الله أكبر الله أكبر و لِلّهِ الحَمدُ الله أكبر وأجَلُّ الله أكبرُ عَلىَ ما هَدَا نا

“Allah Mahabesar, Allah Mahabesar, Allah Mahabesar, segala puji hanya bagi Allah. Allah Mahabesar lagi Mahaagung. Dan Allah Mahabesar atas petunjuk yang telah diberikan kepada kita.” (HR. Ibnu Abi Syaibah (II/168) dengan sanad shahih).

Yang perlu diingat saudariku, dalam melakukan takbir, tahlil dan tahmid ini dikerjakan secara sendirian. Artinya, takbir tersebut tidak dipimpin oleh seseorang dengan maksud agar menyuarakan takbir secara serempak. Karena telah ada contoh dari sifat takbir tersebut, yaitu dilakukan secara sendirian, maka kita tidak boleh membuat sifat takbir yang baru dengan anggapan itu baik karena sebuah ibadah tidak bisa diukur dengan akal semata.

Tidak Memotong Rambut dan Kuku bagi yang Berkurban

Adapun bagi seseorang yang hendak berkurban, maka sejak masuk bulan Dzulhijjah sampai hewan kurbannya disembelih hendaknya tidak memotong rambut dan kukunya secara sengaja. Hal ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan salah satu istri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, yaitu Ummu Salamah radhiallahu ‘anhu bahwasannya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda

من كان له ذبحٌ يذبحُهُ، فإذا أهَلّ هِلال ذِى الحجّةِ فلا يأخذنَّ من شعره و لا من أظفالره شئا حتى يٌُضَحِّيَ

“Barangsiapa mempunyai hewan sembelihan yang akan ia kurbankan, maka jika telah masuk bulan dzulhijjah hendaklah tidak mencukur rambut, atau memotong kukunya sedikitpun sampai ia menyembelih kurbannya.” (HR. Muslim)

Berkurban

Nah… tentu saja untuk ibadah yang satu ini semua orang telah mengetahuinya. Namun, bagaimana dengan hukum berkurban itu sendiri. Apakah wajib atau sunnah? Ternyata ada perbedaan pendapat di kalangan ulama. Namun, pendapat yang lebih kuat sebagaimana dikatakan oleh Syaikh ‘Ali Hasan hafidzahullah dalam kitab Ahkamul ‘Aidain, bahwa hukum menyembelih binatang kurban bagi seseorang adalah wajib bagi yang mampu. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah memberi penjelasan yang lebih rinci setelah memberikan penjelasan tentang lemahnya pendapat orang yang mengatakan bahwa hukumnya sunnah. Beliau rahimahullah mengatakan, “Tidak setiap orang wajib menyembelih kurban, tetapi yang wajib adalah bagi orang yang mampu saja dan dia itulah yang hendaknya menyembelih kurban.” (Majmuu’ al Fataawaa (XXIII/162-164) dinukil oleh Syaikh ‘Ali Hasan). Salah satu dalil tentang wajibnya ibadah ini adalah sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,

من كان له سعةُ و لم يُضَحِّ فلا يَقربنَّ مُصلا نا

“Barangsiapa memiliki keleluasaan (rezeki) lalu dia tidak berkurban, maka janganlah dia mendekati tempat sholat kita.” (HR. Ahmad (1/321), Ibnu Majah (3213), sanadnya hasan)

Tidak Makan Sebelum Shalat ‘ied


Jika sebelum shalat ‘idul fithri kita disunnahkan makan kurma sebelum shalat, maka pada hari raya ‘Idul Adh-ha, maka kita disunnahkan tidak makan hingga kembali dari tempat shalat. Sebagaimana diriwayatkan dari Buraidah radhiallahu ‘anhu, dia berkata,

كان النبي صلى الله عليه و سلم لا يخرج يوم الفطر حتى يطعم و يوم النّحر لا يأكل حتى يرجع فيأكُلُ من نَسِيكَتِهِ

“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak berangkat pada hari raya ‘Idul fithri sampai beliau makan terlebih dahulu dan pada hari raya ‘Idul Adhha beliau tidak makan sampai pulang, kemudian beliau makan dari daging hewan-hewan kurbannya.” (HR. Tirmidzi (542))

Mandi

Mandi mungkin menjadi aktifitas biasa yang kita lakukan sehari-hari. Akan tetapi, ketika hari raya, ternyata mandi bisa bernilai ibadah lho. Ibnu Qudamah mengatakan, “Disunnahkan untuk membersihkan diri dengan mandi pada hari raya ‘ied. Ibnu ‘Umar biasa mandi pada hari raya ‘Iedul Fithri. Hal tersebut diriwayatkan dari ‘Ali radhiallahu ‘anhu. Dan hal itu pula yang dikemukakan oleh Alqamah, ‘Urwah, ‘Atha’, an Nakha’i, asy Sya’bi, Qatadah, Abu az Zinad, Malik, asy Syafi’i dan Ibnul Mundzir.” (Al Mughni (II/370).

Pergi ke Tanah Lapang untuk Shalat ‘Ied

Hal ini dicontohkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, sebagaimana diriwayatkan oleh Sa’id al Khudri radhiallahu ‘anhu, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berangkat pada hari raya ‘iedul fithri dan ‘iedul adh-ha ke tanah lapang.” (HR. Bukhari dan Muslim). Padahal kita tahu dari hadits lainnya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

صلاةٌ في مَسجدِي هَذا أَفْضَلُ مِن أَلفِ صَلاةٍ فِيما سِوَاهُ إلاَّ المَسجِدَ الحَرَام

“Sholat di masjidku ini (Masjid Nabawi) lebih baik dari seribu kali sholat di masjid lainnya kecuali Masjidil Haram.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Walaupun keutamaan Masjid Nabawi dan Masjidil Haram demikian besar, namun pada saat hari raya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tetap melaksanakan sholat ‘ied di tanah lapang. Tentu saja teladan yang paling baik adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Demikian beberapa amalan berhari raya ‘iedul adh ha yang bisa penulis sampaikan. Semoga di kesempatan lain, penulis dapat menjelaskan amalan-amalan yang dilakukan saat berhari raya secara lebih rinci terutama berkaitan dengan sholat ‘ied itu sendiri.

Sumber : muslimah.or.id

Wednesday, November 4, 2009

Satu Jam bersama Kahneman (Pemenang Nobel Ekonomi 2002)

Hari ini, 4 November 2009, sekitar pukul 5 sore CET, saya mendapat kesempatan untuk mengikuti sesi tanya jawab bersama Daniel Kahneman (http://en.wikipedia.org/wiki/Daniel_Kahneman). Ia adalah seorang ahli ekonomi/psikologi peraih Nobel 2002 yang memperkenalkan teori prospek (intinya, dalam pengambilan keputusan, manusia tidak selalu bertindak rasional dan cenderung memiliki modus pengambilan keputusan yang dinamik bergantung pada konteks pengambilan keputusannya (misal profil resikonya)).

Bersama teman sekantor saya, yang juga mahasiswa phd junior, kami merasa beruntung untuk mendapat “lotre” dari 30 orang yang dipilih untuk mengikuti kelas ini (rata2x profesor2x dan peneliti2x yang lebih senior). Walaupun kami tampak “culun” dan "dungu" kami sangat bahagia bisa berada di dalam kelas kecil bersama beliau.

Kahneman mendarat siang ini di Amsterdam dan kemudian menyumbangkan waktunya untuk bertemu “fans”2xnya di Universitas Erasmus (Rotterdam). Dengan gaya kakek2x yang hangat dan bersahaja ia memandang satu2x peserta sesi tanya jawab ini dengan ramah dan senyum. Tidak tampak lelah dan “bete” dari raut wajah ekononom top ini, sebuah karakter yang langka dari seseorang yang meraih penghargaan ekonomi terlangka di dunia.

Satu hal yang membuat saya kagum bukan pada pencapaiannya dalam pencapaian karirnya. Karakternya yang bersahaja menyemburatkan kematangan pribadinya. Pada sesi tanya jawab ini berkali2x ia menunjukkan kerendah-hatiannya.

Sebagai contoh, ketika ia ditanya sesuatu yang dia rasa dia tidak memiliki pengetahuan di dalamnya, ia tidak ragu untuk berkata, “Saya tidak tahu, bisakah anda “menuntun” saya sehingga saya dapat mengerti konteks pertanyaan anda, sehingga saya dapat coba untuk memberi pandangan?”.

Contoh lainnya, seorang peneliti muda bertanya, “Bagaimana menurut pandangan anda mengenai prospek pengembangan teori X (maaf saya lupa hehehe:p) dalam perkembangan ilmu kedepan”, Berfikir sejenak kahnemann menjawab,” well, bagaimana bisa aku menjawab tentang prospek bidang ini di masa depan.. aku adalah bagian dari masa lalu.. anda yang lebih tau kemana generasi anda akan bergerak.. tapi saya akan coba untuk memberi pandangan .. saya rasa kedepan priming akan mendapat perhatian yang lebih dsb.. dsb.. dsb.. ..”

Pernyataan Kahneman yang saya akan ingat adalah ketika seorang professor bertanya mewakili mahasiswa. Pertanyaan beliau adalah, “Sebagaimana anda bisa lihat, ada beberapa peneliti2x muda di ruangan ini, nasihat apa yang anda bisa berikan kepada mereka?”.
Sejenak berfikir, Kahneman pun kembali menjawab, “Saya tidak yakin apakah jawaban saya akan berguna bagi kalian.. tapi setidaknya ini saya terapkan dalam hidup saya dan berhasil.. saya coba bagi juga untuk mahasiswa2x bimbingan saya, dan beberapa dari mereka meraih manfaatnya beberapa tidak.” Kahneman menghela nafas dan melanjutkan nasihatnya, “Satu hal yang dapat saya bagi untuk peneliti muda adalah “Don’t be Stubborn..” (janganlah menjadi seseorang yang keras kepala), apabila satu hal memang terbukti tidak berjalan dengan baik cobalah untuk mencari jalan lain…, jangan menghabiskan terlalu banyak waktu berargumentasi pada hal2x yang memang terbukti tidak berhasil.. (Jangan berhenti mencoba hal2x lain mungkin itu inferensi-nya)”

Diakhir acara saya dan teman saya berusaha untuk mencuri waktu untuk sekedar berjabat tangan. Dikarenakan agenda Kahneman cukup padat maka kami tidak mungkin melakukannya terlebih kerumunan orang disekitarnya yang notabene professor2x senior.

Well hidup adalah penuh kejutan, penuh tawa, dan penuh tangis, Alhamdulillah Tuhan telah memberikan kejutan-kejutan dalam hidup yang membuat hidup hambanya sempurna. Walaupun hidup takkan pernah sempurna dan selalu dipenuhi baik dan cacat disana-sini, seseorang bisa menganggap hidupnya penuh luka dan seseorang juga bisa menganggap hidupnya penuh suka.

Mencuri kutipan dari "Mbah" Einstein,"Put your hand on a hot stove for a minute, and it seems like an hour. Sit with a pretty girl for an hour, and it seems like a minute. That's relativity." hehehe :p

Mencuri konsep teori prospek Kahnemann, dalam pay off yang sama, yang membedakan adalah bagaimana orang tersebut memposisikan dirinya dan persepsinya dalam keadaan tersebut. Jadi pilih bersyukur atau mengeluh.. (lebih pertanyaan ke diri sendiri si :p) Wallahu Alam bishawab.


Salam,
Meditya Wasesa



Ps. Isi tulisan ini tidak ditulis secara persis kata-perkatanya dan hanya berdasarkan ingatan dari pesan utamanya saja yang cenderung subjektif, bagaimanapun saya menyimpan rekaman audio dari diskusi ini bagi yang tertarik mendengarkan sesi ini secara terperinci.