Monday, March 7, 2011

Sajak Seorang Tua untuk Istrinya - WS Rendra

Aku tulis sajak ini
untuk menghibur hatimu..
Sementara kau kenangkan encokmu
kenangkanlah pula masa remaja kita yang gemilang
Dan juga masa depan kita
yang hampir rampung
dan dengan lega akan kita lunaskan.

Kita tidaklah sendiri
dan terasing dengan nasib kita
Karena soalnya adalah hukum sejarah kehidupan.
Suka duka kita bukanlah istimewa
karena setiap orang mengalaminya.


Hidup tidaklah untuk mengeluh dan mengaduh
Hidup adalah untuk mengolah hidup
bekerja membalik tanah
memasuki rahasia langit dan samudra,
serta mencipta dan mengukir dunia.

Kita menyandang tugas,
karena tugas adalah tugas.
Bukannya demi surga atau neraka.
Tetapi demi kehormatan seorang manusia.

Karena sesungguhnyalah kita bukan debu
meski kita telah reyot, tua renta dan kelabu.
Kita adalah kepribadian
dan harga kita adalah kehormatan kita.

Tolehlah lagi ke belakang
ke masa silam yang tak seorangpun kuasa menghapusnya.

Lihatlah betapa tahun-tahun kita penuh warna.
Sembilan puluh tahun yang dibelai napas kita.
Sembilan puluh tahun yang selalu bangkit
melewatkan tahun-tahun lama yang porak poranda.
Dan kenangkanlah pula
bagaimana kita dahulu tersenyum senantiasa
menghadapi langit dan bumi, dan juga nasib kita.


Kita tersenyum bukanlah karena bersandiwara.
Bukan karena senyuman adalah suatu kedok.
Tetapi karena senyuman adalah suatu sikap.
Sikap kita untuk Tuhan, manusia sesama, nasib, dan kehidupan.


Lihatlah
Sembilan puluh tahun penuh warna
Kenangkanlah
bahwa kita telah selalu menolak menjadi koma.
Kita menjadi goyah dan bongkok
karena usia nampaknya lebih kuat dari kita
tapi bukan karena kita telah terkalahkan.


Aku tulis sajak ini
untuk menghibur hatimu
Sementara kaukenangkan encokmu
kenangkanlah pula
bahwa kita ditantang seratus dewa.

No comments:

Post a Comment