Sunday, April 10, 2011

Chernobyl, Fukushima, dan Fatalitas Bencana Nuklir

Assalamualaikum Wr. Wb.


Masih belum lekang dari ingatan, fatalitas dari kegagalan pembangkit tenaga nuklir di Fukushima yang diinisiasi oleh bencana gempa bumi 9.0 skala richter di Jepang. Semua orang merasa prihatin akan kejadian itu. Berbagai upaya heroik nan mengharukan dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat jepang untuk memitigasi masalah nuklir ini. Pertanyaannya selanjutnya timbul, sebagaimana tinggi tingkat kesadaran kita terhadap resiko dan dampak yang ditimbulkan dari kegagalan reaktor nuklir ini.

Meskipun isu Fukushima semakin lama semakin redup, pagi ini saya sedikit tersentak dengan sebuah iklan di sebuah media masa elektronik yang mempromosikan sebuah slogan bertajuk “Go Green dengan Energi Nuklir“. Saya coba klik iklan tersebut, jelas bahwa yang menempatkannya adalah BATAN (Badan Tenaga Nuklir Nasional). Slogan yang terdapat pada URL lengkap ini bertajuk lengkap “Go Green dengan Energi Nuklir – Keselamatan Lingkungan adalah Prioritas”. Hmh.. menarik.. proposisi utama yang diajukan berkaitan dengan tingginya efek rumah kaca yang ditimbulkan oleh emisi CO2 energy fosil dan betapa “hijaunya” energy nuklir ini. Tesis mereka seakan dengan mudah melupakan dengan trauma bencana yang baru saja terjadi, sebulan pun belum genap. Dalam paragraf terakhir iklan tersebut, disinggung dengan bahwa, ”Pelajaran terpenting yang bisa dipetik dari kejadian tersebut adalah desain PLTN masa depan harus mengutamakan sistem keselamatan pasif dan Inhern Safety Fiture yang menjamin keselamatan reaktor nuklir dalam keadaan apapun, termasuk bencana alam yang dahsyat. Selain itu harus dipilih calon lokasi PLTN yang paling aman (probabilitas terjadinya bencana minimal) dan disertai kajian antisipasi kejadian yang paling buruk yang dapat terjadi (Design Basic Accident) .(BATAN, 2011)”.



Bagi orang awam, tesis yang diajukan cukup meyakinkan, namun mengingat fatalitas dari kegagalan sebuah PLTN, tidak serta merta membuat proposisi BATAN dapat diterima secara nurani. Tanpa menjadi inferior, saya rasa kita harus juga berkaca pada fakta bahwa kegagalan reaktor nuklir terdahsyat justru terjadi pada negara-negara dengan tingkat penguasaan teknologi yang tinggi seperti Jepang (Fukushima 2011) dan Uni Sovyet (Chernobyl 1986).

Sebagai orang yang awam yang cenderung apatis, iklan menyentak tadi menggelitik saya untuk meluangkan sedikit waktu untuk menyaksikan film dokumenter yang mengulas efek negatif dari kegagalan sebuah PLTN. Merujuk pada situs dokumenter gratis favorit saya, saya akhirnya memilih sebuah film documenter bertajuk “Chernobyl Heart”. Film yang meraih penghargaan untuk kategori film dokumenter pendek terbaik pada pada Academy Awards tahun 2004 ini, menghususkan pada penderitaan yang harus ditelan anak-anak tidak bersalah akibat tragedi Cherobyl. Ulasan yang direporteri oleh oleh Adi Roche direktur dari Chernobyl Children Foundation ini, dilakukan 16 tahun setelah ledakan terjadi. Tenggang waktu yang cukup lama dari meletusnya insiden, namun potret kegelapan dari tragedi itu tidak berhenti menghantui menghancurkan masa depan anak-anak dan bayi-bayi terlantar tadi.

Reaktor nuklir di Chernobyl di Ukraina Utara (Uni Sovyet) meledak pada tanggal 26 april 1986. Sebanyak 190 ton uranium dan material grafit terlempar dan terlarut di udara, mengancam masyarakat dengan kekuatan radiasi 90 kali lipat dari kekuatan radiasi yang digenerasikan bom Hiroshima pada perang dunia kedua. Lebih dari 400.000 penduduk dievakuasi, lebih dari 2000 desa dikosongkan, lebih dari 600.000 likuidator dikirim untuk mitigasi bencana dan lebih dari 13.000 diantaranya meninggal dunia, sementara sisanya terancam dari efek radiasi nuklir tersebut.

16 tahun kemudian, sesuai dengan plot film ini, surveyor yang meninjau ulang daerah bencana masih mengukur tingkat radiasi yang masih sangat tinggi, sekitar 1000 kali dari batas maksimum yang diperbolehkan. Bayangkan 16 tahun berlalu, tingkat radiasi masih sangat tinggi, ditambah lagi matinya aktifitas daerah perimeter reaktor sebagai konsekuensi logis. Surveyor juga meninjau rumah sakit di Belarusia dimana fakta-fakta menyedihkan ditemukan pada anak-anak dan bayi-bayi yang lahir setelah bencana terjadi (namun orang tua mereka tak lolos dari efek radiasi). Kasus kanker tyroid pada sampel daerah Gomel dan Brest, telah membengkak 10.000 kali lipat apabila dibandingkan dengan angka sebelum terjadinya insiden. Banyak bayi-bayi terlahir dengan mengidap tumor ganas, suatu pemandangan menyedihkan. Mereka menyebutkan bahwa ““Congenintal birth defects” have increased by 250% since the Chernobyl Accident on April 26 1986”, meskipun tidak mengerti secara jelas arti dari frasa “congenintal birth defects” ini, gambar anak-anak dengan tulang dan otot yang tidak pada tempatnya cukup meyakinkan saya bahwa kasus yang sangat fatal tengah terjadi.

Survey lain dilakukan oleh 2 peneliti dari institut radiolog di Belarusia. Mengambil sampel tes anak-anak di sebuah sekolah umum (125 km dari Chernobyl), dari 106 sampel, 45 diantaranya memiliki level cesium (radioaktif) diatas dari level yang diperbolehkan. Satu diantaranya bahkan memiliki kandungan 137 bacquerels per-kg. Ditengarai unsur2x radio aktif berbahaya ini merasuki tubuh mereka melalui makanan yang dikonsumsi (contoh selai roti, jamur, ikan, dll). Jelas bahwa, kegagalan nuklir ini telah merusak bumi, penghuni, dan segala isinya. Sebagai tambahan penjelasan, cesium adalah zat penyebab kanker (karsinogen) yang berpotensi untuk menyerang organ2x gastrointernal seperti jantung, hati, ginjal, dan paru-paru. Sebagai tambahan, di daerah Gomel (kota dengan 700.000 jiwa penduduk, berjarak kurang dari 50 mil dari Chernobyl) kontaminasi cesium mencapai 40 kali lipat dari batas yang diperbolehkan.

Mimpi buruk ini terus berlanjut, pada film itu ditunjukan pemandangan bayi dengan kepala-kepala membengkak dengan cairan di otak mereka. Film itu menunjukkan bahwa hanya 15-20% bayi lahir dengan benar-benar sehat pada satu rumah sakit yang mereka liput. Sebagai catatan tambahan angka kematian bayi di daerah sampel Belarusia 300% kali lipat lebih tinggi dari angka kematian di daerah Eropa lain.


Semua cerita mengharukan itu, adalah pengingat akan betapa berbahayanya dan betapa fatalnya kegagalan dari sebuah reaktor nuklir. Sebagai pengingat, survey dilakukan 16 tahun setelah ledakan itu terjadi.. dan bencana itu terus menghantui. Sebagai pengingat, bencana itu terjadi pada negara-negara dengan tingkat penguasaan teknologi yang dianggap superior pada masanya (Uni Sovyet dan Jepang). Dengan semua resiko dan pelajaran yang ada semoga kita dapat meningkatkan rasa kritis kita terhadap segala isu pembangunan pembangkit tenaga nuklir di tanah air kita.

Tampuk tanggung jawab kebijakan mafhumnya, ditambatkan pada golongan yang ahli dan berilmu. Ini adalah sesuatu yang berat, karena orang berilmu adalah orang yang berpotensi untuk dapat memberi penerangan sekaligus menjerumuskan massanya yang mengamanatkan tugas kepadanya. Semoga kita dijauhkan dari sikap tidak amanah terhadap ilmu pengetahuan yang kita punya. Dan tetap mengedepankan nurani diatas segala aksi, termasuk juga pengembangan teknologi. Maaf, bila sebagai penutup saya ingin mengutip kutipan hikmah dari kitab suci yang saya percaya, semoga tidak mengganggu:

“ Dan bila dikatakan kepada mereka:’Janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi’. Mereka menjawab:’Sesungguhnya kami orang-orang yang mengadakan perbaikan’.(11). Ingatlah, sesungguhnya mereka itulah orang-orang yang membuat kerusakan, tetapi mereka tidak sadar. (12)“ [QS. Al-Baqarah 11-12]

Wallahu alam bi shawab, segala kesalahan dan kealfaan berasal dari keteledoran penulis, segala kebenaran datang dari Tuhan. Penulis adalah warga negara Indonesia, beragama Islam, penggemar musik rock alternatif, dan bukan orang suci. (halah... :p)


Wassalamualaikum Wr. Wb.
Meditya Wasesa

3 comments:

  1. Mantab Joss.... Lanjutkan(bukan PLTN-nya tapi pemikiran kritisnya)...
    Salam

    ReplyDelete
  2. wow makasih artikel nya..sangat bermanfaat

    ReplyDelete
  3. Astagfirullah... Naudjubillahi mindjalik.... bayi bayi yang tidak berdosa menjadi korban. barusan saya nonto filmnya di HBO. benar benar mengiris hati. bahkan keluarga korban dihentikan penerimaan dana bantuan. semoga karma berlaku kepada para pejabat pejabat mereka yang terlibat. amiin,,,,

    ReplyDelete