"Das problem ist heute nicht die Atomenergie sondern das Herz des Menschen./ (Kini) permasalahan (utama) bukanlah terletak pada (hal-hal yang berkaitan dengan) energi nuklir, melainkan lebih kepada masalah hati umat manusia." (Albert Einstein).
"Ask God to work faith in you, or you will remain forever without faith, no matter what you wish, say, or can do./ Mohonlah pada Tuhan untuk menetapkan keyakinan dalam dirimu, atau kau akan tetap tinggal tanpa keyakinan tanpa peduli apa yang kau harapkan, katakan, atau dapat kerjakan." (Martin Luther).
"To forget one's purpose is the commonest form of stupidity./ Melupakan tujuan hidup (awal) adalah keteledoran yang paling mafhum terjadi" (Friedrich Nietzche).
"Nur der Mensch, der sein Leben lang gearbeitet hat, kann sagen: Ich habe gelebt./ Hanya orang-orang yang telah membangun hidupnya (dari hasil keringat dan pengalamannya) sendiri dapat (berhak) mengatakan (dengan sesungguhnya), saya telah melewati (memaknai) hidup." (Wolfgang von Goethe).
"Reason has always existed, but not always in a reasonable form./ Selalu ada penjelasan dari suatu fenomena, namun penjelasan itu tidak selamanya dapat dijelaskan (secara explisit)." (Karl Marx).
"One question that has concerned me very much is, To whom does the earth belong?/ Satu pertanyaan yang telah banyak mengusik diriku adalah: Siapa pemilik alam semesta ini?" (Heinrich Boell).
"Saya menganggap suatu kehormatan, bila seseorang datang berkilo meter untuk sekedar mengunjungi dan menghabiskan waktu denganmu/ I think it's a great honour, if somebody travels hundreds of kilometers just to meet and spend sometime with you." (Meditya Wasesa, LOL).
Sunday, March 27, 2011
Wednesday, March 23, 2011
Saturday, March 19, 2011
Humbala...
Kutub..
Jauh di ujung menyepi..
Tepi sendiri mencengkram bumi..
Dingin semilir tiada peduli..
Hanya peduli si benar peduli..
Beberapa dari berjuta, pasti..
Khatulistiwa..
Meregang senang dibasuh sang surya..
Terombang nyiur dilenakan nirwana dunia..
Hangat senyumnya menyamarkan pijakannya..
Terbius semua oleh liukannya..
Berjuta bukan beberapa, itulah dia..
Duhai sang Kutub pemaku bumi…
Terpuji engkau diujung semedi..
Berdiam dibeku dikudakan norma..
Dipuja dilupakan dielukan dicaci..
Berpaling engkau dari semua..
Nikmati cumbu rindu nyanyian langit..
Sang langit dalam relung yakinmu..
Duhai Khatulistiwa pelintang dunia..
Terpuji engkau diatas suka duka..
Tangis tawa cucu adam hawa..
Selimut hangatkan ciptakan rona..
Cepat putarmu membuat hidup mereka berlari..
Dalam cerianya rotasi bumi..
Dalam timbul tenggelamnya aji-aji..
Dinamika adalah kemenarikan..
Statika adalah kekolotan yang tak mungkin terjadi disini..
Duhai Semesta..
Semua titikmu bergerak dan slalu bergerak..
Berlari dan terus berlari tanpa mau berhenti..
Dua titik tetap diam
Sementara lainnya mengitari menyanyikan lagu humbala..
Berputar bingung pada sumbu kolot itu..
Pada petapa yang tetap diam..
Tetap dingin.. tetap tidak menarik.. tetap membosankan..
tetap terlarut pada rindunya..
Rindu yang tiba kala semua porak poranda..
Semesta berbicara..
Manusia menentukan..
Jauh di ujung menyepi..
Tepi sendiri mencengkram bumi..
Dingin semilir tiada peduli..
Hanya peduli si benar peduli..
Beberapa dari berjuta, pasti..
Khatulistiwa..
Meregang senang dibasuh sang surya..
Terombang nyiur dilenakan nirwana dunia..
Hangat senyumnya menyamarkan pijakannya..
Terbius semua oleh liukannya..
Berjuta bukan beberapa, itulah dia..
Duhai sang Kutub pemaku bumi…
Terpuji engkau diujung semedi..
Berdiam dibeku dikudakan norma..
Dipuja dilupakan dielukan dicaci..
Berpaling engkau dari semua..
Nikmati cumbu rindu nyanyian langit..
Sang langit dalam relung yakinmu..
Duhai Khatulistiwa pelintang dunia..
Terpuji engkau diatas suka duka..
Tangis tawa cucu adam hawa..
Selimut hangatkan ciptakan rona..
Cepat putarmu membuat hidup mereka berlari..
Dalam cerianya rotasi bumi..
Dalam timbul tenggelamnya aji-aji..
Dinamika adalah kemenarikan..
Statika adalah kekolotan yang tak mungkin terjadi disini..
Duhai Semesta..
Semua titikmu bergerak dan slalu bergerak..
Berlari dan terus berlari tanpa mau berhenti..
Dua titik tetap diam
Sementara lainnya mengitari menyanyikan lagu humbala..
Berputar bingung pada sumbu kolot itu..
Pada petapa yang tetap diam..
Tetap dingin.. tetap tidak menarik.. tetap membosankan..
tetap terlarut pada rindunya..
Rindu yang tiba kala semua porak poranda..
Semesta berbicara..
Manusia menentukan..
Monday, March 7, 2011
Sajak Seorang Tua untuk Istrinya - WS Rendra
Aku tulis sajak ini
untuk menghibur hatimu..
Sementara kau kenangkan encokmu
kenangkanlah pula masa remaja kita yang gemilang
Dan juga masa depan kita
yang hampir rampung
dan dengan lega akan kita lunaskan.
Kita tidaklah sendiri
dan terasing dengan nasib kita
Karena soalnya adalah hukum sejarah kehidupan.
Suka duka kita bukanlah istimewa
karena setiap orang mengalaminya.
Hidup tidaklah untuk mengeluh dan mengaduh
Hidup adalah untuk mengolah hidup
bekerja membalik tanah
memasuki rahasia langit dan samudra,
serta mencipta dan mengukir dunia.
Kita menyandang tugas,
karena tugas adalah tugas.
Bukannya demi surga atau neraka.
Tetapi demi kehormatan seorang manusia.
Karena sesungguhnyalah kita bukan debu
meski kita telah reyot, tua renta dan kelabu.
Kita adalah kepribadian
dan harga kita adalah kehormatan kita.
Tolehlah lagi ke belakang
ke masa silam yang tak seorangpun kuasa menghapusnya.
Lihatlah betapa tahun-tahun kita penuh warna.
Sembilan puluh tahun yang dibelai napas kita.
Sembilan puluh tahun yang selalu bangkit
melewatkan tahun-tahun lama yang porak poranda.
Dan kenangkanlah pula
bagaimana kita dahulu tersenyum senantiasa
menghadapi langit dan bumi, dan juga nasib kita.
Kita tersenyum bukanlah karena bersandiwara.
Bukan karena senyuman adalah suatu kedok.
Tetapi karena senyuman adalah suatu sikap.
Sikap kita untuk Tuhan, manusia sesama, nasib, dan kehidupan.
Lihatlah
Sembilan puluh tahun penuh warna
Kenangkanlah
bahwa kita telah selalu menolak menjadi koma.
Kita menjadi goyah dan bongkok
karena usia nampaknya lebih kuat dari kita
tapi bukan karena kita telah terkalahkan.
Aku tulis sajak ini
untuk menghibur hatimu
Sementara kaukenangkan encokmu
kenangkanlah pula
bahwa kita ditantang seratus dewa.
untuk menghibur hatimu..
Sementara kau kenangkan encokmu
kenangkanlah pula masa remaja kita yang gemilang
Dan juga masa depan kita
yang hampir rampung
dan dengan lega akan kita lunaskan.
Kita tidaklah sendiri
dan terasing dengan nasib kita
Karena soalnya adalah hukum sejarah kehidupan.
Suka duka kita bukanlah istimewa
karena setiap orang mengalaminya.
Hidup tidaklah untuk mengeluh dan mengaduh
Hidup adalah untuk mengolah hidup
bekerja membalik tanah
memasuki rahasia langit dan samudra,
serta mencipta dan mengukir dunia.
Kita menyandang tugas,
karena tugas adalah tugas.
Bukannya demi surga atau neraka.
Tetapi demi kehormatan seorang manusia.
Karena sesungguhnyalah kita bukan debu
meski kita telah reyot, tua renta dan kelabu.
Kita adalah kepribadian
dan harga kita adalah kehormatan kita.
Tolehlah lagi ke belakang
ke masa silam yang tak seorangpun kuasa menghapusnya.
Lihatlah betapa tahun-tahun kita penuh warna.
Sembilan puluh tahun yang dibelai napas kita.
Sembilan puluh tahun yang selalu bangkit
melewatkan tahun-tahun lama yang porak poranda.
Dan kenangkanlah pula
bagaimana kita dahulu tersenyum senantiasa
menghadapi langit dan bumi, dan juga nasib kita.
Kita tersenyum bukanlah karena bersandiwara.
Bukan karena senyuman adalah suatu kedok.
Tetapi karena senyuman adalah suatu sikap.
Sikap kita untuk Tuhan, manusia sesama, nasib, dan kehidupan.
Lihatlah
Sembilan puluh tahun penuh warna
Kenangkanlah
bahwa kita telah selalu menolak menjadi koma.
Kita menjadi goyah dan bongkok
karena usia nampaknya lebih kuat dari kita
tapi bukan karena kita telah terkalahkan.
Aku tulis sajak ini
untuk menghibur hatimu
Sementara kaukenangkan encokmu
kenangkanlah pula
bahwa kita ditantang seratus dewa.
Wednesday, January 26, 2011
"Anak Semua Bangsa - Pramoedya" - Sebuah Perspektif Pribadi
Akhirnya, selesai juga saya baca buku kedua dari Tetralogi Pulau Buru karya Pramoedya Ananta Toer. Dalam karya lanjutan dari buku pertama (Bumi Manusia), Pram mengisahkan dilema Minke (tokoh utama dalam roman) dalam menghadapi kenyataan sesungguhnya dunia nyata.
Setelah sempat congkak dengan ketinggian akademiknya, Minke mengalami eksplorasi nyata yang sering kali bertolak belakang dari buku-buku yang sudah ia taklukan dengan nyaris sempurna. Kemiskinan dan manipulasi rakyat oleh penguasa, manipulasi penguasa oleh kerakusan segelintir pihak, juga pengalaman Minke sendiri untuk menjadi korban dari manipulasi seorang bertopeng keeleganan (insinyur sipil juga komandan perang terhormat yang ternyata tak lepas juga dari sikap rakus).
Pelajaran yang bisa dipetik adalah, pendidikan formal adalah suatu hal yang sangat penting, namun yang tak kalah penting tentunya bagaimana mengaplikasikannya untuk membawa manfaat dan perubahan kearah lebih baik bagi sesama. Seorang yang disemati dengan berbagai gelar-gelar nan elegan belum tentu bisa membawa manfaat bagi sesamanya. Terkadang, kita temui beberapa yang memanfaatkan ilmunya tuk menggiring ke arah kehancuran, naudzubillahimindzalik..
Roman vulgar kedua ini sarat dengan kenyataan yang pahit. Isinya jauh lebih berat dari Bumi Manusia. Sebagaimana tulisan Pram sebelumnya, dibutuhkan kematangan prinsip (terutama agama) dalam mencerna dan membedakan hal-hal yang dapat dipetik pelajarannya dengan hal-hal yang bersifat eksplorasi humanis yang tidak sejalan dengan agama. Jelasnya tulisan Pram bukan bacaan anak kecil.
Dari dua buku yang telah diselesaikan (Bumi Manusia dan Anak Semua Bangsa), bagi saya pribadi Pram adalah orang yang tidak malu untuk menelanjangi kebenaran melalui tulisan-tulisannya; mungkin terlalu eksrim, sehingga hal-hal personal dalam kehidupan Minke pun habis diekstrak (yang terkadang terlalu kontroversial untuk diekspos). Keberaniannya dalam menulis membuat tulisan-tulisannya sangat mengasyikkan untuk dibaca. Tak sabar untuk menunggu saatnya untuk mendapatkan 2 roman lanjutan dari Tetralogi Pulau Buru.
Sebagai catatan tambahan, beberapa orang sangat suka untuk mengelompokkan nilai-nilai kebenaran pada dikotomi kelompok tanpa benar-benar mempelajari apa yang mereka dikotomikan, seakan-akan kelompoknya yang paling bagus. Seiring dengan berjalannya umur, pada akhirnya yang benar adalah benar dan yang salah adalah salah. Bukti akan terkuak dan bualan akan tenggelam. Insyaallah, Maharaja saya hanyalah Sang Esa, Kitab yang tidak ada keraguan didalamnya hanyalah satu, dan manusia paling sempurna hanyalah Sang Uswatun Hasanah itu sendiri, semoga tetap begitu hingga akhirnya. Amin.
Setelah sempat congkak dengan ketinggian akademiknya, Minke mengalami eksplorasi nyata yang sering kali bertolak belakang dari buku-buku yang sudah ia taklukan dengan nyaris sempurna. Kemiskinan dan manipulasi rakyat oleh penguasa, manipulasi penguasa oleh kerakusan segelintir pihak, juga pengalaman Minke sendiri untuk menjadi korban dari manipulasi seorang bertopeng keeleganan (insinyur sipil juga komandan perang terhormat yang ternyata tak lepas juga dari sikap rakus).
Pelajaran yang bisa dipetik adalah, pendidikan formal adalah suatu hal yang sangat penting, namun yang tak kalah penting tentunya bagaimana mengaplikasikannya untuk membawa manfaat dan perubahan kearah lebih baik bagi sesama. Seorang yang disemati dengan berbagai gelar-gelar nan elegan belum tentu bisa membawa manfaat bagi sesamanya. Terkadang, kita temui beberapa yang memanfaatkan ilmunya tuk menggiring ke arah kehancuran, naudzubillahimindzalik..
Roman vulgar kedua ini sarat dengan kenyataan yang pahit. Isinya jauh lebih berat dari Bumi Manusia. Sebagaimana tulisan Pram sebelumnya, dibutuhkan kematangan prinsip (terutama agama) dalam mencerna dan membedakan hal-hal yang dapat dipetik pelajarannya dengan hal-hal yang bersifat eksplorasi humanis yang tidak sejalan dengan agama. Jelasnya tulisan Pram bukan bacaan anak kecil.
Dari dua buku yang telah diselesaikan (Bumi Manusia dan Anak Semua Bangsa), bagi saya pribadi Pram adalah orang yang tidak malu untuk menelanjangi kebenaran melalui tulisan-tulisannya; mungkin terlalu eksrim, sehingga hal-hal personal dalam kehidupan Minke pun habis diekstrak (yang terkadang terlalu kontroversial untuk diekspos). Keberaniannya dalam menulis membuat tulisan-tulisannya sangat mengasyikkan untuk dibaca. Tak sabar untuk menunggu saatnya untuk mendapatkan 2 roman lanjutan dari Tetralogi Pulau Buru.
Sebagai catatan tambahan, beberapa orang sangat suka untuk mengelompokkan nilai-nilai kebenaran pada dikotomi kelompok tanpa benar-benar mempelajari apa yang mereka dikotomikan, seakan-akan kelompoknya yang paling bagus. Seiring dengan berjalannya umur, pada akhirnya yang benar adalah benar dan yang salah adalah salah. Bukti akan terkuak dan bualan akan tenggelam. Insyaallah, Maharaja saya hanyalah Sang Esa, Kitab yang tidak ada keraguan didalamnya hanyalah satu, dan manusia paling sempurna hanyalah Sang Uswatun Hasanah itu sendiri, semoga tetap begitu hingga akhirnya. Amin.
Monday, January 17, 2011
Rektor & Professor Turun Kejalan
Assalamualaikum Wr Wb
Mahasiswa turun kejalan? Biasa.. berita yang cukup sering kita dapati. Bagaimana dengan berita rektor dan professor turun ke jalan? Ini mungkin berita yang cukup unik dan luar biasa. Berita ini datang dari negeri rantau Belanda. Reportase ini diawali dari status fb seorang kawan yang berkuliah di universitas tetangga (TU Delft) yang menyatakan bahwa rektornya mengajak seluruh professor untuk berdemonstrasi. Menarik.. Saya beri jempol (namun diri belum sepenuhnya "ngeh", mengenai berita ini:p)
Setelah saya buka email universitas saya (Uni Erasmus Rotterdam), ternyata saya juga mendapati tembusan email dari rektor saya yang mengajak para fakultas dan civitas akademika untuk turun ke jalan pada tanggal 21 Januari depan di Den Haag. Untuk menyukseskan agenda ini, Sang Rektor membolehkan pembatalan kuliah pada hari ini. Aksi ini dilakukan berkaitan dengan rencana pemerintah Belanda untuk memotong anggaran pendidikan sebesar 370 Juta Euro. Hal ini ditengarai akan memiliki efek yang signifikatif pada kegiatan riset, operasi pendidikan, dan hajat hidup civitas akademika. Berita ini juga saya temukan di weblink universitas kota tetangga (Universitas Groningen). (buka url ini)
Sungguh menarik karena Rektor dan Professor yang sering dikiaskan dengan ketenangan kali ini ikut turun kejalan bersama mahasiswa untuk mengekspresikan perhatian mereka terhadap rencana pemerintah yang bertentangan dengan nurani mereka. Untuk kasus tanah air kita, kalau boleh menyusun skala prioritas, tentu transparansi dan asessment efektifitas penyaluran anggaran pendidikan sebesar 20% APBN menjadi prioritas utama, karena anggaran kecil yang akuntabilitas dananya jelas sering kali lebih terasa manfaatnya dari anggaran yang besar namun tidak akuntabel. Semoga alokasi dana sebesar itu dapat dirasa manfaat kongkritnya bagi seluruh kalangan masyarakat. Amin.
Sekedar berbagi cerita menarik dari rantau. Jadi teringat wejangan dari suatu buku yang saya lupa judulnya, "Bila civitas akademika dan kaum rohaniwan sudah akrab dengan kekuasaan maka kehancuran suatu negara adalah resikonya". Bagaimana dengan negeri kita? hehehe..;) Semoga civitas akademika dan rohaniwan di negara kita tetap netral dan berkiblat pada kebenaran. Amin. "Semoga Tuhan meridhoi kita untuk menghamba dan hanya tunduk pada Yang Maha Esa saja". Amin.
Wassalamualaikum Wr Wb
MW
Mahasiswa turun kejalan? Biasa.. berita yang cukup sering kita dapati. Bagaimana dengan berita rektor dan professor turun ke jalan? Ini mungkin berita yang cukup unik dan luar biasa. Berita ini datang dari negeri rantau Belanda. Reportase ini diawali dari status fb seorang kawan yang berkuliah di universitas tetangga (TU Delft) yang menyatakan bahwa rektornya mengajak seluruh professor untuk berdemonstrasi. Menarik.. Saya beri jempol (namun diri belum sepenuhnya "ngeh", mengenai berita ini:p)
Setelah saya buka email universitas saya (Uni Erasmus Rotterdam), ternyata saya juga mendapati tembusan email dari rektor saya yang mengajak para fakultas dan civitas akademika untuk turun ke jalan pada tanggal 21 Januari depan di Den Haag. Untuk menyukseskan agenda ini, Sang Rektor membolehkan pembatalan kuliah pada hari ini. Aksi ini dilakukan berkaitan dengan rencana pemerintah Belanda untuk memotong anggaran pendidikan sebesar 370 Juta Euro. Hal ini ditengarai akan memiliki efek yang signifikatif pada kegiatan riset, operasi pendidikan, dan hajat hidup civitas akademika. Berita ini juga saya temukan di weblink universitas kota tetangga (Universitas Groningen). (buka url ini)
Sungguh menarik karena Rektor dan Professor yang sering dikiaskan dengan ketenangan kali ini ikut turun kejalan bersama mahasiswa untuk mengekspresikan perhatian mereka terhadap rencana pemerintah yang bertentangan dengan nurani mereka. Untuk kasus tanah air kita, kalau boleh menyusun skala prioritas, tentu transparansi dan asessment efektifitas penyaluran anggaran pendidikan sebesar 20% APBN menjadi prioritas utama, karena anggaran kecil yang akuntabilitas dananya jelas sering kali lebih terasa manfaatnya dari anggaran yang besar namun tidak akuntabel. Semoga alokasi dana sebesar itu dapat dirasa manfaat kongkritnya bagi seluruh kalangan masyarakat. Amin.
Sekedar berbagi cerita menarik dari rantau. Jadi teringat wejangan dari suatu buku yang saya lupa judulnya, "Bila civitas akademika dan kaum rohaniwan sudah akrab dengan kekuasaan maka kehancuran suatu negara adalah resikonya". Bagaimana dengan negeri kita? hehehe..;) Semoga civitas akademika dan rohaniwan di negara kita tetap netral dan berkiblat pada kebenaran. Amin. "Semoga Tuhan meridhoi kita untuk menghamba dan hanya tunduk pada Yang Maha Esa saja". Amin.
Wassalamualaikum Wr Wb
MW
Tuesday, January 11, 2011
"Bumi Manusia - Pramoedya" - Sebuah Perspektif Pribadi
Bagi saya pribadi, secara naif, yang membedakan buku yang spesial dengan yang tidak adalah ada tidaknya candu dalam keinginan untuk terus membacanya. Walaupun banyak diantara kawan dekat saya sudah mengikuti tulisan-tulisan dari Pramoedya Ananta Toer sedari zaman kuliah S1, namun baru kali ini saya berkesempatan untuk menikmati karyanya. "Bumi Manusia", buku perdana dari tetralogi pulau buru ini adalah karya sastra yang sangat sayang untuk dilewatkan. Melalui tokoh "Minke", Pramoedya mentransmisikan pesan-pesan perjuangan atas bentuk-bentuk penjajahan, ketidakadilan dan kekerdilan jiwa. Hal-hal yang esensinya tetap hidup hingga saat ini juga (mungkin) pula masa depan.

Dalam menapaki eksplorasi pencerahannya, Minke memilih untuk melalui jalan eksplorasi yang kontradiktif dengan kebijakan dan norma umum. Walaupun jalan yang dipilih Minke (mungkin dianggap terlampau) ekstrim bagi pencinta jalan tenang, tetap banyak pelajaran dan pesan moral yang dapat ditarik dari roman ini. Satu hal yang jelas, diperlukan kedewasaan dan keajegan prinsip pembaca dalam menarik manfaat penuh dari pesan-pesan tersirat dan tersurat yang hendak disampaikan karya ini. Tanpa mengurangi apresiasi terhadap karya hebat ini, eksplorasi vulgar yang dilakukan Minke yang dituangkan dalam buku ini adalah kisah yang menarik diikuti bagi semua yang percaya bahwa semua manusia diciptakan sama dihadapan Tuhan, dan tidak ada alasan bagi manusia manapun untuk memanipulasi kondisi sehingga persamaan itu menjadi terabaikan.
Sebagai informasi tambahan, Pramoedya Ananta Toer adalah penulis kenamaan Indonesia yang sempat mendapat nominasi untuk mendapat Hadiah Nobel dalam bidang sastra. Sederet penghargaan ia raih, termasuk diantaranya Doktor Honoris Causa dari Universitas Michigan. Walaupun saya cenderung skeptik terhadap penghargaan-penghargaan dan cenderung antusias terhadap karya kongkrit. Setelah membaca buku ini, saya pribadi merasakan berbagai penghargaan yang disematkan itu tidaklah berlebihan.
Terimakasih untuk seseorang yang telah memberi buku ini sebagai pengingat bahwa Mas sudah "sedikit" lebih tua :p
Dalam menapaki eksplorasi pencerahannya, Minke memilih untuk melalui jalan eksplorasi yang kontradiktif dengan kebijakan dan norma umum. Walaupun jalan yang dipilih Minke (mungkin dianggap terlampau) ekstrim bagi pencinta jalan tenang, tetap banyak pelajaran dan pesan moral yang dapat ditarik dari roman ini. Satu hal yang jelas, diperlukan kedewasaan dan keajegan prinsip pembaca dalam menarik manfaat penuh dari pesan-pesan tersirat dan tersurat yang hendak disampaikan karya ini. Tanpa mengurangi apresiasi terhadap karya hebat ini, eksplorasi vulgar yang dilakukan Minke yang dituangkan dalam buku ini adalah kisah yang menarik diikuti bagi semua yang percaya bahwa semua manusia diciptakan sama dihadapan Tuhan, dan tidak ada alasan bagi manusia manapun untuk memanipulasi kondisi sehingga persamaan itu menjadi terabaikan.
Sebagai informasi tambahan, Pramoedya Ananta Toer adalah penulis kenamaan Indonesia yang sempat mendapat nominasi untuk mendapat Hadiah Nobel dalam bidang sastra. Sederet penghargaan ia raih, termasuk diantaranya Doktor Honoris Causa dari Universitas Michigan. Walaupun saya cenderung skeptik terhadap penghargaan-penghargaan dan cenderung antusias terhadap karya kongkrit. Setelah membaca buku ini, saya pribadi merasakan berbagai penghargaan yang disematkan itu tidaklah berlebihan.
Terimakasih untuk seseorang yang telah memberi buku ini sebagai pengingat bahwa Mas sudah "sedikit" lebih tua :p
Tuesday, January 4, 2011
Tuan Terpelajar, bukan Yes-Man...
(dr. Martinet) "Jangan hanya ya-ya-ya. Tuan terpelajar, bukan yes-man. Kalau tidak sependapat, katakan. Belum tentu kebenaran ada pada pihakku, karena aku memang bukan ahli jiwa. Jadi kalau tak sependapat, katakan terus terang agar memudahkan menyembuhkan dia."
(Minke) "Sama sekali tidak ada pendapat, Tuan."

(dr. Martinet) "... Lihat, Tuan Minke, dalam kehidupan ilmu tak ada kata malu. Orang tidak malu karena salah atau keliru. Kekeliruan dan kesalahan justru akan memperkuat kebenaran, jadi juga membantu penyelidikan (penerangan)."
(Minke) "Betul, Tuan, tidak ada."
Disadur dari roman Bumi Manusia - Pramoedya Ananta Toer.
(Minke) "Sama sekali tidak ada pendapat, Tuan."

(dr. Martinet) "... Lihat, Tuan Minke, dalam kehidupan ilmu tak ada kata malu. Orang tidak malu karena salah atau keliru. Kekeliruan dan kesalahan justru akan memperkuat kebenaran, jadi juga membantu penyelidikan (penerangan)."
(Minke) "Betul, Tuan, tidak ada."
Disadur dari roman Bumi Manusia - Pramoedya Ananta Toer.
Saturday, January 1, 2011
01012011 - Linked Review
Finally.. I manage to finish the "Linked-Barabasi" book. Took me quite a while to finish the book, since some urgent tasks "busted" into my priority list LOL.

"Linked" was published earlier than "Bursts", however I read them in an adversed way. Personally, I find that Linked is more enjoyable to read than Bursts. Although Linked was firstly published 7 years ago (2003), it is contextual to our daily life (the era of internet). In Bursts, I pretty much annoyed by the papacy chapters. In Linked, some accompanying stories are perfectly coupled with the concepts introductions.
I learned many new ideas from Linked. The dispute of Erdös-Renyi network, the scale free network topology, the six degrees of separations concepts are some of them. While I was reading, I list some of the concepts that have caught my attention. I attach the sketch below. I think that the way Barabasi explains the concept of network thinking is really good.

Some years ago a guy said, "It is good to read something that is written by an expert from different school of thought". I think that his opinion makes sense. A person living in a box is able to see the interior but not the exterior. Hence having another perspective will build a more holistic view. Anyway, have a nice weekend, and have a brilliant new year too :p
"Linked" was published earlier than "Bursts", however I read them in an adversed way. Personally, I find that Linked is more enjoyable to read than Bursts. Although Linked was firstly published 7 years ago (2003), it is contextual to our daily life (the era of internet). In Bursts, I pretty much annoyed by the papacy chapters. In Linked, some accompanying stories are perfectly coupled with the concepts introductions.
I learned many new ideas from Linked. The dispute of Erdös-Renyi network, the scale free network topology, the six degrees of separations concepts are some of them. While I was reading, I list some of the concepts that have caught my attention. I attach the sketch below. I think that the way Barabasi explains the concept of network thinking is really good.

Some years ago a guy said, "It is good to read something that is written by an expert from different school of thought". I think that his opinion makes sense. A person living in a box is able to see the interior but not the exterior. Hence having another perspective will build a more holistic view. Anyway, have a nice weekend, and have a brilliant new year too :p
Wednesday, December 22, 2010
Subscribe to:
Posts (Atom)