Di tengah gonjang-ganjing dan kekisruhan yang terjadi di dunia ini, semakin sulit rasanya mencari pihak yang dapat dipercaya. Mungkin yang pandai banyak, yang pintar memainkan “image” juga banyak, namun yang terpercaya sangatlah langka. Lalu kepada siapa kita harus percaya? Sebagai insan yang terkooptasi dengan ilmu pengetahuan rasional, kita tentunya tidak lupa akan konsep "bounded rationality" yang dikenalkan oleh pemenang nobel ekonomi 1978, Herbert Simon. Pengenalan konsep yang menerangkan bahwa manusia dengan segara intelektualitasnya memiliki persepsi yang sangat terbatas akan usaha-usaha mendapatkan kebenaran secara menyeluruh. Manusia hanya dapat bereaksi terhadap indikasi-indikasi data yang tersedia disekitarnya. Berdasarkan indikasi-indikasi data itu manusia kemudian dapat menggeneralisir kesimpulan. Namun, manusia tetap terbatas pada data yang ada disekitarnya, sedangkan data yang tersedia disekitarnya belum tentu valid untuk kasus yang lebih umum. Alih-alih penggeneralisiran kesimpulan pada kasus lain dapat berakibat fatal. Sepandai-pandainya manusia, kita harus mengakui bahwa kita adalah mahluk yang terbatas (“bounded”).
Sebagai ilmuwan, teknokrat, insinyur, atau manusia-manusia yang dididik melalui pendidikan formal, kita terlatih untuk menginterpretasikan sesuatu berdasarkan hukum kausalitas. Dan tradisi keilmuan yang dianut biasanya adalah, inferensi-inferensi kausalitas itu harus dapat dijelaskan melalui penjabaran pembuktian yang masuk akal, setelah diuji melalui metode-metode pembuktian ilmiah yang baku. Segala sesuatu yang belum terjelaskan adalah ladang penelitian tambang penemuan teori-teori baru yang tiada habisnya. Namun tesisnya jelas, ketidak tahuan pada sesuatu tidak serta merta menjadikan suatu fenomena dapat di klaim sebagai tidak masuk akal. Cara pandang yang mafhum dianut dalam menghadapi ketidak tahuan adalah belum terjelaskan fenomena itu oleh kemampuan ilmu pengetahuan terkini. Mungkin satu dua abad nanti akan ada penjelasan yang memuaskan, namun harus diakui perkembangan ilmu pengetahuan pun merangkak secara inkremental dan sangat lambat.
Meneruskan tesis diatas, bagi insan yang beragama, terdapat kepercayaan akan adanya kekuatan ghaib yang mengatur seluruh alam semesta ini dengan begitu teraturnya dan dengan perhitungan yang sangat teliti. Zat Ghaib itu secara pribadi saya interpretasikan sebagai kekuatan Maha-dahsyat yang tidak dapat dijelaskan dikarenakan limitasi kemampuan keilmuan rasional dan keterbatasan kita sebagai manusia. Jatuhnya sehelai rambut, bergeraknya partikel debu dalam aliran udara laminar/ turbulen, dll, bukanlah hal yang tanpa perhitungan. Semua tertata apik melalui hukum-hukum keilmuan yang sangat elegan.
Lalu pertanyaannya, Siapa yang merancang semua hukum-hukum itu? Siapa yang mengatur kebergantungan rantai aksi-reaksi tersebut? Mungkinkah semua terjadi begitu saja? Mungkinkah kesinkronan dan ke-asinkronan dari fenomena-fenomena yang terjadi didunia ini terjadi tanpa sebab? Sebagai seorang yang rasional, berpulang pada prinsip kausalitas, jelas jawabannya tidak, segalanya harus memiliki sebab, segalanya harus dirancang sedemikian rupa, dan rancangan tidak mungkin terjadi tanpa ada yang merancang. Untuk yang mengidolakan fisikawan tersohoror Albert Einstein, tentu kutipan berikut tidak akan terlupa, “At any rate, I am convinced that he (God) does not play dice” (Dalam kasus apapun, saya percaya bahwa Tuhan tidak bermain dadu (dalam merancang segala sesuatu).
Pertanyaan berikut yang sering menjebak kemudian adalah, “Mengapa sang perancang merancang dunia dengan seperti ini?“ “Mengapa tidak begini?” “Mengapa tidak begitu?” “Menurutku ini lebih baik”. “Menurutku bila dilakukan dengan cara ini maka dunia pasti akan lebih ceria, dll, dll”. Kembali ke tesis yang dimajukan sebelumnya, ketidakpahaman kita akan suatu fenomena tidak serta merta membuat hal menjadi tidak masuk akal. Tidak serta merta membuat kita dapat langsung menarik kesimpulan secara pendek. Sebagai orang rasional jawabannya adalah, semua pasti ada jawabannya. Namun kali ini, mungkin belum dapat terjelaskan namun seiring dengan perkembangan zaman dan pada saat yang tepat maka pertanyaan-pertanyaan itu pasti akan terjawab. Ketidak mampuan kita untuk menjelaskan sesuatu tidak dapat serta merta membuat kita menjadi orang yang bebal atau “ignorant”. Kita harus jujur pada diri kita sendiri, ya kita adalah manusia-manusia yang terbatas. "We are bounded rational human being."
Lalu pada siapa kita akan percaya, pada ilmu pengetahuan (“science”)? Bisa jadi. Namun teori-teori peneliti pun rentan akan pembaruan bila ditemukan pembuktian yang lebih meyakinkan. Lalu pada siapa? Well, itu adalah hal yang harus kita cari pada diri dan jiwa kita sendiri. Karena saya percaya indoktrinisasi adalah hal paling naif dalam menginternalisasi suatu keyakinan. Namun kiranya sesuatu yang konsisten prinsip-prinsipnya, sesuatu yang tidak ada lagi keraguan didalamnya, sesuatu yang dapat membuat kita menyerah kalah dan percaya pada kepercayaan (belief), adalah sesuatu yang dapat kita jadikan acuan. Dan percaya adalah hal yang paling sulit, karena kita harus menelanjangi ego kita ,mengakui kalau kita adalah insan yang terbatas, dan menyerah kalah pada sesuatu yang dipercaya dapat membawa kita kepada pengertian holistik untuk memahami dunia. Teringat kutipan terkenal dari Galileo Galilei, “I do not feel obliged to believe that the same God who has endowed us with sense, reason, and intellect has intended us to forgo their use.”
Selamat bereksplorasi, pastikan kita mendapatkan "belief" yang benar-benar dapat dipercaya. Karena keapatisan pada penciptaan, kausalitas, dan pengakuan pada keterbatasan kekekalan penjelasan ilmu pengetahuan bukanlah “default attitude“ dari seorang rasional yang jujur. Setidaknya menurut saya. Sekali lagi selamat bereksplorasi, kita boleh mencintai kebenaran, namun satu hal yang tidak boleh dilakukan adalah mengklaim bahwa diri kitalah si kebenaran itu. Selamat menjelang esok hari dengan kerja keras dan keyakinan :p.
baca kanan kiri..eh ternyata kang mas adit toh??ckckckck...mantab kali kau ini..g pulang2 ke indo...ati2 nyasar nang kono...=))
ReplyDeletegoeh GD'00